Saturday, 30 April 2011

Teruntuk Tuhan yang jaraknya kini tak jauh dari nenekku

-Postingan beberapa hari sebelum Ia meninggalkan aku-

Tuhan, mungkin aku adalah seorang anak yang terkadang tak mendengarkan nasihat orang tuaku sepenuhnya. Namun percayalah Tuhan, bahwa tiada kasih sebesar kasih seorang nenek yang kini sedang kau dekati kepada seorang anak seperti aku. Aku harap Engkau membaca setiap rangkaian kata yang aku tulis.

Kepada Mu yang jaraknya kini tak jauh dari nenekku. Mungkin mereka sekelompok orang berbaju putih yang juga termasuk hambamu berkata bahwa nenekku tak akan lama lagi akan bertemu denganMu, tapi aku percaya kepadaMu bahwa takdirMu lebih indah daripada keputusan mereka.

Engkau Maha Mendengar, seorang nenek tua renta tak berdaya sedang berada di ruang yang tak seorangpun boleh menyentuhnya kecuali sekelompok orang putih itu. Ia sedang berjuang keras untuk menyanggupi takdirMu. Ia berbicara kepadaMu. Tuhan, tolong dengar bisiknya. Baik-baik.

Engkau Maha Tahu, terlalu banyak kenangan yang takkan bisa terhapus dari memori otakku sedari aku kecil hingga detik ini aku mengetik surat ini untukMu. Tak ada sedetik waktu dari dirinya yang jarum jam hentakkan untuk tidak memikirkanku. Cucunya. Ia yang tak pernah lupa untuk menghempaskan kata-kata pembangkit semangat saat Ia singgah ke rumah orangtuaku untuk bertemu diriku.

Engkau Maha Pencipta, terlalu banyak harapan-harapan indah yang sedang aku ukir untuk membelikan Ia satu senyuman yang akan berbunga di bibirnya. Senyuman yang akan Ia bawa hingga aku tua nanti.

Engkau harus tahu, Tuhan. Setiap ia mengucap salam untuk meninggalkan jejak kakinya di rumahku, selalu ke cium dan ku hisap wangi pipi dari kulitnya yang berhias oleh lipatan halus sisa usia yang Engkau berikan.

Engkau harus tahu, Tuhan. Setiap ia hendak pergi jauh ataupun sehabis menjemput rejeki yang diberikan olehMu, ia selalu menyelipkan beberapa lembar uang di saku bajuku. Tak banyak, Tuhan. Namun itu sanggup untuk mengisi celenganku yang suatu saat nanti akan kukembalikan kepadanya dengan jumlah berkali lipat dari ketulusannya.

Tuhan, telah aku tuliskan di dalam buku impianku untuk membawanya suatu saat nanti kepada impian yang sangat ia dambakan. Aku akan membawanya pergi untuk melihat hasil karya Mu yang luar biasa di bumi pertiwi ini. Aku ingin membawanya pergi mengelilingi Indonesia sebelum aku menerbangkannya menuju negara di sebrang.

Tuhan, telah aku tuliskan daftar nama yang akan pergi untuk menyaksikan aku memakai toga dan menerima buah hasil belajarku. Aku tahu kemampuannya melihat sudah berkurang, oleh karena itu aku telah menempatkannya di barisan terdepan agar ia mampu melihat dengan jelas wajahku yang berbinar dengan keharuan yang akan aku rasakan.

Tuhan, aku ingin ia melihat wajahku yang merona dan berseri saat penghulu dan calon suamiku kelak mengucapkan janji suci hingga akhir hayat itu. Aku ingin ia melihat betapa lucunya cicitnya yang nanti akan kuajari untuk mengucapkan kata “Emak” setelah ia bisa melafalkan namaku dan nama calon suamiku dengan baik.

Tuhan,

Suatu saat nanti, akan aku bisikkan satu kalimat ke telinganya dengan lembut,

“Mak, semua ini Puji lakukan untuk Emak.”

Tiada mata yg tak sembab di ruangan ini. Tuhan, sampaikanlah tiap doa kami yang tersublim menjadi tetes-tetes air mata ini ke langit.


Dari,

Seorang hamba yang menginginkan neneknya sembuh, agar ia bisa melihatnya lebih lebih lebih lama lagi.

No comments:

Post a Comment