Friday 24 June 2011

Untuk Emak Sayang..

Assalamualaikum..

Emak sayang..
Apa kabarmu, nenekku yang paling cantik? Aku harap Emak tidak terkejut menerima surat ini. Entah karena perkara apa, aku hanya percaya bahwa Tuhan menyediakan akses bagiku menulis surat ini untuk Emak.

Emak sayang,
saat aku menulis surat ini, aku baru saja menyelesaikan penulisan kata pengantar untuk tugas akhirku. Nama Emak kucantumkan dengan penuh kasih sayang dan kerinduan mendalam di halaman itu. Aku baru saja melalalui hari-hari yang sangat melelahkan di kampus demi menuntaskan tugas akhirku untuk pelulusanku tahun ini. Oh iya, mak.. Emak tenang saja.. Emak tak perlu memikirkan biaya kuliah ku. Bibi selalu menyempatkan dirinya untuk memberikan aku beberapa lembar uang puluhan ribu untuk biaya hidupku selagi aku kuliah. Emak juga tak perlu khawatir mengenai kelengkapan kuliahku, baju muslimku, atau mukenaku. Mukena pemberianmu masih sangat bagus. Aku pikir aku tidak akan membutuhkan mukena yang baru. Aku akan tetap mengenakan mukena cantik pemberianmu tahun lalu untuk lebaran tahun ini.

Emak sayang,
Tadi siang aku menemukan rekapan chatting-ku bersama salah satu temanku mengenai kekagumanku terhadap kebaikanmu. Pada saat itu, aku sedang membicarakan kedatanganmu ke rumah ku yang lagi-lagi engkau selalu menyempatkan waktu untuk memberikan aku beberapa lembar uang puluhan ribu. Engkau bilang bahwa engkau sedang memiliki kelebihan rejeki seraya memperlihatkan kepadaku beberapa uang ratusan ribu. Sedang pada saat aku, sayup-sayup aku dengar percakapanmu dengan ibuku dari dapur; percapakapan serius mengenai biaya pajak yang hampir jatuh tempo dan harus segera engkau bayar.

Emak tahu tidak?
Setiap aku bertatapan wajah denganmu, aku selalu memandang dalam ke matamu yang coklat jernih yang masih bisa membaca alqur'an dan melihat pemandangan jauh dengan masih sangat jelas tanpa menggunakan lensa tambahan seperti aku. Setiap aku masuk ke dalam matamu, aku selalu berkata kepada Tuhan "Andai aku punya mata seindah milikmu..". Setiap aku berbicara denganmu, aku akan khusyuk memperhatikan bola matamu yang sangat indah. Tak ada seorangpun yang boleh menggangguku memperhatikan matamu. Matamu ini seolah-olah sebuah sinyal bagiku untuk selalu memperhatikanmu pada saat engkau berbicara. Seolah-olah Tuhan sedang memberikanku isyarat bahwa engkau tak lama lagi meninggalkanku.

Emak sayang..
Tak pernah ada bait puisi yang bisa aku tulis seindah tulisanku untukmu. Semenjak engkau pergi, aku selalu merindukanmu. Air mata ini sangat sulit untuk kutahan, terutama setiap saat aku menyebut nama lengkapmu setelah aku mengucapkan 'Khusushon ilaa ruuh..".

Emak..
Maafkan aku sebelumnya, emak. Terhitung baru satu kali aku mengunjungi rumahmu tanpa kehadiranmu setelah engkau pergi sekitar tiga bulan lalu. Setiap aku menyempatkan diri pulang ke Cikarang, aku tidak selalu punya banyak waktu untuk mengunjungi rumahmu. Selain itu, rasanya aku tak kuat menaaan rasa rindu ini yang akan selalu aku ungkapkan melalui butiran air mata jika aku mengucapkan "rumah nenek" tanpa aku temukan "nenek" ku di rumah itu. Pada saat itu, seperti biasa, kita melakukan kebiasaan kita tiap datang mengunjungi rumahmu. Aku dan orangtuaku beserta bibi dan kakek mengadakan makan bersama sambil lesehan. Para wanita berbondong-bondong membawa hidangan dari dapur menuju ruang tengah. Saat makanan sudah terhidang semua, aku seperti sedang menunggu sesuatu. Yaa.. aku menunggumu, emak.. Aku pikir pada saat itu engkau masih di dapur membereskan makanan yang belum sempat dibawa ke ruang tengah, tapi.. ya.. aku terhenyak. Nampaknya aku belum terbiasa makan tanpa kehadiranmu.

Emak-ku sayang..
Terkadang bodohnya aku yang selalu menghitung amal ibadahku sendiri. Aku pikir saat amal ibadahku minimal bisa lebih banyak dari amal burukku, aku akan pergi melihatmu di surga. Tapi aku sadar.. banyaknya amal ibadahku tak sebanding dengan kebaikanmu. Lalu, aku urungkan niatku. Biarlah aku disini. Terpisah darimu. Mungkin ini sudah takdirku denganmu.

Emak..
Mungkin jika aku yang pergi terlebih dahulu meninggalkan engkau, engkau akan selalu mengajak orangtuaku untuk mengunjungi peristirahatan terakhirku setiap bulan..
Mungkin jika aku yang pergi terlebih dahulu meninggalkan engkau, engkau akan selalu membacakanku shalawat dan doa setiap harinya di atas sajadahmu.

Tapi emak..
Nyatanya engkau yang lebih dulu meninggalkanku..

Emak,
Tak banyak yang bisa aku amalkan setiap hari..
Aku hanya bisa untuk selalu bersyukur kepada Tuhan yang telah menciptkan Kamis.
Karena disana lah aku bisa mengirimkan kasih sayangku untukmu melalui yasinku.

Emak..
Aku pernah mendengar hadits bahwa jarak terdekat Tuhan dengan hambanya adalah ketika ia sedang bersujud. Maka disitulah aku selalu membisikkan namamu kepada Tuhan.. di setiap sujudku.



Aku sayang padamu, Emak..
Sayang sekali..

Cucumu yang sangat mencintaimu

No comments:

Post a Comment