Monday, 16 May 2011

What do I live for?

The world is getting worse recently. If it is not for doing good things, what do I live for?

I love this sentence. I made this quote by my self after watching lots of disasters in this world recently.

I somehow feel that Allah wants to make me realize that a death can come so easily.

Semenjak kejadian meninggalnya nenek tercinta, yang kemudian disambut oleh beberapa peristiwa menyedihkan yang dialami oleh sahabat dekat sendiri dimana kakak kandungnya yang membiayai ia kuliah meninggal dalam kecelakaan pesawat Merpati sekitar seminggu lalu, saya merasa bahwa 'jika kematian bisa menimpa siapapun, kapanpun, dan apapun yangg sedang manusia lakukan, itu juga yang akan terjadi kepadaku'.

Banyak yang bisa saya pelajari dari berbagai peristiwa haru ini, dan yang elemen paling penting menurut saya mengenai kematian adalah, apa yang akan kita bawa dan apa yang akan kita tinggalkan nanti?

dari pertanyaan pertama; apa yang akan kita bawa, itu sudah berkaitan dengan agama. Apa yang kita tanam, maka akan kita petik di kehidupan selanjutnya. Sekarang yang saya renungkan adalah, apa yang akan saya tinggalkan kepada keluarga dan sanak saudara nanti?

Pada masa-masa kritis sang nenek tersayang, ia harus menjalani biaya perawatan yang bisa dibilang tidak murah, karena ia harus menginap di ruang ICU selama beberapa hari. Pada saat itu, betapa mereka, anak-anaknya yakni orangtua saya dan paman-bibi saya dengan tidak sama sekali keberatan membayar seluruh biaya sang nenek tercinta. Atas dasar kasih sayang dan pengorbanan terakhir dari para anak, mereka membiayai seluruh perawatan. Alhamdulillah, rejeki yang selalu Allah limpahkan kepada kami yang selalu berkecukupan, akhirnya bisa menutupi seluruh biaya terssebut. Dan ajaibnya keajaiban Allah, nenek tercinta tak lama sakit, hingga akhirnya meninggalkan kita semua. Menurut para kolot, itulah yang disebut 'sang almarhumah tidak ingin merepotkan kepada yang ia tinggalkan'. Subhanallah sekali. Sungguh kematian yang khusnul. Memang, selama hidupnya, sang nenek tidak pernah sekalipun merepotkan kami. Ia sangat rendah hati dan baik budi. Dan hingga akhirnya sampai akhir hayatnya pun, ia sama sekali tidak memberatkan kami yang ditinggalkan. Justru banyak keajaiban Allah yang bisa kita rasakan atas sepeninggalnya almarhumah, yang subhanallah sekali. Sampi sekarang, kami yang ditinggalkan tidak pernah merasa kesusahan ataupun kerepotan.
Di sisi lain, mengenai peristiwa yang menimpa sahabat saya bahwa kakak kandungnya yang dinas di Papua meninggal saat kecelakaan pesawat Merpati. Sang kakak adalah polisi yang baru saja naik pangkat. Almarhum adalah bisa dibilang aparat keamanan yang jabatannya tinggi di bidangnya. Dengan seluruh prestasi yang ia dapat, ia adalah orang yang sangat berwibawa dan sholeh. Seorang pekerja keras yang sayang kepada keluarga pergi meninggalkan orang-orang tersayang. Namun, memang orang sholeh selalu memberi bekas yang indah kepada orang-orang yang ditinggalkan setelah kepergiannya. Para kolot menyebutnya sebagai 'mere bubungah'. Dikatakan oleh beberapa media di televisi bahwa setiap penumpang diberi santunan kepada sanak famili sebesar 700juta. Di samping itu, pihak polisi pasti akan memberikan santunan yang lebih besar lagi mengingat bahwa almarhum adalah orang yang memiliki posisi yang penting. Disini saya tidak membahas jumalh digit angka yang didapatkan bagi yang ditinggalkan, tapi bisa dibayangkan, saat yang ditinggalkan mendapatkan santunann seperti itu, adakah setitik cahaya dari kehidupan yang cerah?

Yang saya tekankan disini adalah mengenai apa yang bisa saya tinggalkan nanti? Setidaknya tidak ada yang bisa saya tinggalkan dengan jumlah uang sebanyak yang saya sebutkan di atas, minimal pada saat saya sakit atau masa-masa terakhir hidup saya, seperti biaya pengobatan atau perawatan, saya tidak merepotkan keluarga saya.

Coba kalian bayangkan, jika kita adalah punggung keluarga yang memikul seluruh biaya dan harus menafkahi seluruh anggota keluarga,, dan kita mencapai batas usia kita, apa yang keluarga kita rasakan? Tidak ada orang yang bisa mereka jadikan tempat bergantung. Kehilangan orang yang disayang dan kehilangan asa untuk menyambung kehidupan. Coba jika kita bisa meninggalkan sedikitnya biaya untuk orang-orang yang kita tinggalkan melangsungkan kehidupan, minimal kita bisa mengurangi kesedihan mereka dengan 'mere bubungah' kepada mereka untuk melangsungkan kehidupan, seolah berkata 'aku harus pergi, ini aku titipkan sejumlah uang untuk biaya hidup sepuluh tahun ke depan'.

Dari pemikiran saya ini, mulai detik ini saya memutuskan untuk bergabung menjadi anggota untuk asuransi jiwa. Saya berharap, suatu saat nanti hingga usia saya sudah mencapai batas akhir, saya bisa memberikan orang-orang yang saya tinggalkan sejumlah uang.

No comments:

Post a Comment