Saat saya bangun dan membuka mata di pagi hari itu, Steven lah orang pertama yang saya lihat. Meskipun ada jarak yang cukup renggang diantara selimut saya dan selimut miliknya, saya masih bisa melihat dengan jelas rambutnya dari belakang. Dia tidur sangat rapi di dalam selimut tebalnya. Mungkin karena ia tidak ingin sampai ketika ia tidur, anggota tubuhnya ada yang menyentuh saya. Laki-laki yang sopan.
Pagi itu kita berlima berencana untuk pergi ke atas gunung di Alishan untuk melihat sunrise. Tapi sayang, hujan pagi itu membuat kita tak punya pilihan lain selain melanjutkan tidur.
Sekitar jam 10 pagi, kita berlima dan juga keluarga Dipu berkumpul di halaman rumah untuk menyantap sarapan yang sudah disediakan keluarga Dipu. Sambil mengobrol ringan, kita berempat sebagai tamu dari Dipu menulis kata-kata mutiara untuk Dipu di sebilah kayu yang Dipu sudah sediakan. Lain halnya dengan Yukan yang menulis kata-kata indaha untuk Dipu, saya justru menulis dan menggambar sedikit kebudayaan tentang Indonesia. Saya pun sedikit membubuhkan kaliamt arab pada sebilah kayu tersebut. Steven nampaknya terkesan dengan apa yang sedang saya lakukan. Dia pun mengambil gambar saya yang sedang menggambar tersebut.
Bisa saya katakan, Steven banyak mengambil gambar saya. Dia sangat senang mempelajari sejarah dan kebudayaan. Sedangkan seperti yang kalian tahu bahwa Indonesia memiliki banyak kebudayaan. Selama di Taiwan, saya selalu menyempatkan diri untuk memperkenalkan atau bahkan mempraktekan kebudayaan Indonesia yang sudah saya siapkan. Itulah mengapa semua orang selalu menganggap saya spesial.
Sehabis sarapan, kita berpamitan kepada keluarga Dipu yang sudah memperlakukan kita berempat dengan sangat baik selama di Alishan. Kita pun berfoto. Saya menyempatkan berfoto bersama Arkus dan Yukan yang kebetulan memakai syal yang cukup tebal pagi itu. Saya menyuruh mereka untuk membuat syal tersebut menjadi kerudung seperti saya. Dan kita pun berfoto dengan pose bak muslimah. Seru sekali!
Sebelum kita kembali ke Chiayi, Dipu mengajak kita berempat pergi mengunjungi Tataka. Sebenarnya kita akan mengunjungi Chiayi National Museum. Tapi museum tersebut sangat luas, sehingga kita hanya mengunjungi Tataka Visitor Center nya saja. Disana hanya bangunan biasa. Kita hanya rehat sejenak lalu kembali ke Alishan untuk afternoon-tea.
Selama perjalanan, saya bersikap sangat manja kepada teman saya Arkus. Meskipun dia laki-laki, tapi sikapnya yang keperempuan-perempuanan membuat saya nyaman sekali dekat dengan dia. Sepanjang jalan, saya hanya bersandar dan menyuruh Arkus yang saya panggil Tanteu untuk menggenggam tangan saya. Tangan saya selalu dingin. Saya tidak tahu mengapa. Selama dua bulan di Taiwan, meskipun saya sudah memakai jaket yang tebal, tangan saya selalu mudah untuk kedinginan. Pada saat itu, dengan memanfaatkan keadaan dimana saya akrab sekali dengan Tanteu, saya pun menyuruh Steve yang duduk di sebelah kanan saya untuk menggenggam tangan kanan saya. Saya tidak merasa kedinginan lagi. Tangan kiri saya digenggam Tanteu, dan tangan kanan saya di genggam Steve. Meskipun tidak ada niat untuk bersikap romantis, tapi alasan saya kedinginan bisa menjadi alasan yang bagus untuk mendekatkan diri dengan sahabat saya Steven ini. Saya rasa, Steve sangat menikmati genggaman yang kita lakukan. Perjalanan yang cukup jauh pun membuat saya mengantuk. Dan saya pun sempatkan diri saya untuk bersandar di bahu Steve, karena hari itu adalah hari terakhir saya bertemu dengan Steven. Perjalanan pulang di Alishan menjadi perjalanan terhangat yang pernah saya rasakan selama di Taiwan.
Terima kasih banyak Alishan.. Terima kasih banyak Steven.. Sampai jumpa lagi.
No comments:
Post a Comment